Artikel Dunia Pendidikan

SangGuru Optimalisasi Pendidikan Keluarga

Optimalisasi Pendidikan Keluarga Melalui Peran Lembaga Sosial dan Keagamaan Lingkungan




Prolog

Membahas pendidikan, tidak hanya berkaitan dengan sekolah, guru, siswa, mata pelajaran dan penilaian. Sebagaimana dipahami, pendidikan secara hakiki berkaitan dengan pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non-formal. Pada pintar balig cukup akal ini, kita tengah disadarkan bahwa pendidikan tidak hanya melulu berbicara mengenai pembelajaran di sekolah, melainkan berkaitan juga dengan pendidikan masyarakat dan pendidikan keluarga.

Fakta mengenai praksis pendidikan pada pintar balig cukup akal ini memunculkan keprihatinan sebab disaat kita tengah berupaya membuatkan pendidikan yang bisa membekali anak berlandaskan iman, ilmu pengetahuan dan teknologi, namun fakta yang terjadi cukup memprihatinkan. Di tengah penghargaan yang diraih oleh sekolah - sekolah berprestasi di ajang internasional (seperti paada selesai tahun 2016 sejumlah siswa berhasil memborong medali pada Olimpiade Fisika di Hong Kong), di kawasan lain terjadi tawuran antar pelajar yang tidak jarang memakan korban jiwa.  Sebagaimana yang dikabarkan bahwa terjadi tawuran di flyover Pasar Rebo-Jakarta Timur pada pertengahan Februari lalu, yang diketahui memakan korban jiwa atas nama Ahmad Andi Baskara (17) seorang siswa SMK swasta.

Optimalisasi Pendidikan Keluarga Melalui Peran Lembaga Sosial dan Keagamaan Lingkungan SangGuru Optimalisasi Pendidikan Keluarga


Fakta yang telah dikemukakan hanya sebagian kecil yang terkuak mengenai dinamika pelajar Indonesia pada hari ini. Di ketika LPTK dan pendidikan tinggi berbasis ilmu pendidikan dan keguruan sedang berkonsentrasi meningkatkan prestasi berguru akseptor didik, biar dapat bersaing dalam kurun global, namun di sisi lain ada yang belum tuntas dari kondisi pelajar di sekolah.

Praksis pendidikan memang telah berupaya menangani kasus amoral yang dilakukan para pelajar, ibarat digalakannya pendidikan huruf di sekolah, optimalisasi ekstrakulikuler dalam pembentukan sikap pelajar dan digiatkannya penilaian ranah afektif, psikomotorik dalam pembelajaran di kelas, serta aktivitas lain yang dirancang oleh pemerintah setempat maupun yang diselenggarakan oleh sekolah secara mandiri. Penulis sendiri belum menerima data terkait pencapaian dari program-program tersebut, yang dikaitkan dengan minimalisasi kenakalan pelajar. Namun, perlulah membuka mata bahwa pendidikan anak bukan hanya tanggung jawab guru dan sistem yang ada di sekolah.

Tulisan ini, akan berfokus pada pendidikan keluarga yang pada dasarnya menjadi tiang bagi pendidikan anak. Peran orang renta bukan hanya memfasilitasi pendidikan anak dengan memilihkan sekolah yang terbaik. Namun, peran orang renta lebih jauh dari itu, orang renta merupakan role model bagi anak-anaknya. Orang renta yakni pendidik pertama bagi anak, terlebih seorang ibu yang dikatakan sebagai madrasah utama bagi anak-anak. Maka, peran orang renta dalam keluarga inilah yang perlu dikembalikan dan dioptimalkan. 

Kita mengetahui banyak fakta bahwa tidak semua orang renta dari bawah umur memiliki kesempatan mengenyam pendidikan tinggi, bahkan mengenyam dingklik sekolah. Sehingga fakta tersebut dipersempit bahwa orang renta tidak akan bisa meberikan pendidikan pada anak sebab orang renta tidak mengenyam pendidikan formal. Berbicara mengenai pendidikan keluarga, bawah umur membutuhkan pendidikan yang tidak sama dengan yang diberikan sekolah. Dalam pendidikan keluarga, keinginan yang muncul yakni bawah umur dapat memiliki pandangan hidup dan sikap yang tetap sehingga anak memiliki pedoman yang berpengaruh untuk melangkah menapaki kehidupan di luar rumah.

Orang renta semestinya memahami bahwa tugasnya bukan hanya memenuhi kebutuhan anak yang bersifat materil. Sama ibarat perlakuan yang ingin didapatkan orang tua, anak pun memiliki keinginan perlakuan yang baik dan selayaknya sebagai adegan dari anggota keluarga.

Pengertian Keluarga dan Fungsi Keluarga

Secara sederhana dapat dipahami bahwa keluarga yakni organisasi sosial terkecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Abu Ahmadi (2008: 108)  mengemukakan bahwa, keluarga yakni wadah yang sangat penting di antara individu dan grup, dan merupakan kelompok sosial yang pertama di mana bawah umur menjadi anggotanya.

Lebih jelas, Rifai mengemukakan (2009: 84), konsep keluarga dalam pandangan sosial antropologis, keluarga bermakna sebagai lembaga atau institusi sosial yang bisa menumbuhkan pemenuhan tuntutan kebutuhan hidup insan secara fisik, sosial, mental dan moral, sehingga diantara anggota keluarga lahir keterikatan rasa dan sikap dalam ikatan sosial psikologis di dalam tatanan norma dan sistem nilai sebagai insan yang bertanggung jawab dan dapat dipertanggng jawabkan secara hukum apapun.

Melalui uraian yang dikemukakan oleh Rifai tersebut memperkuat pendapat yang dikemukakan oleh Landis (1954: 12), yang menyatakan bahwa rumah dan keluarga memiliki makna sosial yang luas. Landis menawarkan pemahaman bahwa, “Home is more than a place; it is enviromment of feelings and attitudes. Selanjutnya, “The family is a social institution which means it is a social arrangement by which human needs are met”. Oqbum (dalam Ahmadi: 108) menjelaskan bahwa keluarga memiliki sejumlah fungsi, yaitu fungsi biologis, fungsi ekonomi, fungsi kasih sayang, fungsi pendidikan, fungsi perlindungan/penjagaan, fungsi rekreasi, fungsi status keluarga dan fungsi agama.

Maksud dari fungsi biologis dalam keluarga yakni terpenuhinya kebutuhan dalam berkembang biak atau menghasilkan keturunan yang akan mewarisi leluhurnya. Selain itu, maksud dari fungsi biologis yakni terpenuhinya pangan, sandang dan papan seluruh anggota keluarga. Karena sebagaimana dipahami pangan, sandang dan papan yakni kebutuhan mendasar bagi manusia. Sehingga, hal ini harus dipenuhi oleh keluarga.

Selanjutnya fungsi ekonomi, fungsi ekonomi ini berkaitan dengan fungsi biologis, dimana untuk dapat memenuhi fungsi biologis (dalam hal pemenuhan pangan, sandang dan papan), keluarga harus memastikan bahwa roda ekonomi yang dimiliki keluarga berjalan dan dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, keluarga juga harus mammpu memfasilitasi pembinaan keluarga yang tidak boros dan bijak dalam pengelolaan perekonomian keluarga.

Fungsi selanjutnya yakni fungsi kasih sayang. Pemahaman mengenai fungsi kasih sayang ini, dapatlah mengutip konsep keluarga dalam islam. Islam memiliki konsep keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah. Secara mendasar konsep ini mengajarkan bahwa dalam membina keluarga perlu dilandasi dengan kasih sayang sehingga akan membentuk anggota keluarga yang saling menyayangi dan memiliki rasa saling memiliki antar sesama anggota keluarga. Mengutip pernyataan Goodman (dalam Rifai, 2009: 86), “Parents with married love. True, there is no guarantee that your children will grow up healthy and happy just because you two in love with each other.

Sehingga dapat dipahami, pasangan yang memiliki rasa kasih sayang antar sesama dan kemudian membina keluarga, berpotensi memiliki bawah umur yang juga saling menyayangi. Namun, yang perlu dipahami kasih sayang dalam hal ini bukan dipersempit sebagai sikap memanjakan tanpa pengarahan. Makna kasih sayang harus dipahami sebagai upaya untuk memperlakukan anggota keluarga sesuai dengan porsinya dan membimbingnya untuk bisa membuatkan potensinya.

Selanjutnya fungsi pendidikan, sebagaimana yang telah dikemukakan pada prolog bahwa keluarga yakni lembaga pendidikan pertama bagi anak, terlebih seorang ibu. Dalam hal ini, pendidikan dalam keluarga berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan anggota keluarga terhadap dirinya sendiri dan juga pendidikan dari orang pintar balig cukup akal dalam hal ini orang renta kepada anak-anaknya untuk tumbuh menjadi dewasa. Sebagaimana dipahami pemahaman pintar balig cukup akal dalam pendidikan, diartikan sebagai kematangan secara biologis, psikologis, sosiologis dan pedagogis.

Kemudian, fungsi perlindungan, seluruh anggota keluarga harus memiliki rasa melindungi antar sesama anggota keluarga. Seluruh anggota keluarga harus dipastikan dalam kondisi aman dan dampak membuatkan potensinya secara aman. Selain itu juga, keluarga memiliki fungsi rekreasi, dimana seluruh anggota harus mencicipi bahwa keluarga yakni kawasan yang nyaman dan bisa meberikan rekreasi bagi anggota keuarga untuk lepas dari rutinitas di luar rumah.

Fungsi terakhir yakni fungsi agama, keluarga perlu memfasilitasi pendidikan agama bagi anak-anak. Karena sebagaimana dipahami, agama yakni tiang utama dalam kehidupan seseorang, Sehingga, anak yang telah menerima pendidikan agama yang baik akan bisa tumbuh lebih toleran sebab pemahaman agamanya sudah baik. Selain itu, anak juga telah memiliki pedoman hidup yang berpengaruh sebab berlandaskan nilai-nilai keagamaan.  

Pendidikan Keluarga

Rifai (2009: 81) mengemukakan, bahwa pembahasan mengenai pendidikan keluarga mengandung dua makna yang saling bertautan. Pertama, pendidikan keluarga; yaitu pendidikan yang berlangsung di dalam keluarga terhadap bawah umur yang lahir di dalam keluarga atau bawah umur yang menjadi tanggungan keluarga itu. Kedua, pendidikan keluarga mengandung makna pendidikan perihal berkeluarga; yaitu pendidikan perihal cara menyelenggarakan kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

Dalam hal ini, kedua makna tersebut saling berkaitan. Karena dalam upaya membentuk kepribadian anak atau melaksanakan pendidikan anak dibutuhkan orang renta yang juga terdidik dalam hal ini orang renta telah memahami posisinya dan berupaya mendidik dirinya sehingga bisa menawarkan pendidikan secara sempurna pada anak.

Dalam dinamika kehidupan ketika ini, pendidikan keluarga ini telah dikesampingkan. Umumnya orang renta lebih mempercayakan pendidikan pada sekolah, dan menganggap bahwa pendidikan sekolah sudah cukup bagi anak-anaknya. Padahal hal tersebut tidaklah tepat, sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa pendidikan keluarga mutlak diperlukan. Pendidikan keluarga tidak akan dapat tergantikan oleh pendidikan sekolah. Maka pendidikan keluarga hanya dapat dilaksanakan oleh orang yang membina keluarga, dalam hal ini para orang tua. Pendidikan yang diberikan orang renta dalam keluarga ini akan sangat menentukan kualitas kehidupan anak-anaknya.

Sebagai sosok yang menentukan arah pendidikan keluarga, pasangan yang berniat membina keluarga bukan hanya dilandasi oleh perjanjian untuk saling membahagiankan, melainkan memustuskan hidup bersama ditujukan untuk mendidik satu sama lain dan juga mendidik anak-anak. Karena pemahaman orang renta mengenai pembinaan keluarga akan menentukan arah pendidikan keluarga. "Keluarga sebagai lingkungan hidup pada kenyataannya bisa menawarkan pengaruh pada kehidupan seseorang secara positif apabila keluarga itu dibangun, dibina dan dikelola oleh orang yang mengerti perihal kehidupan keluarga. Di dalam keluarga ibarat ini pelaksaan fungsi keluarga relatif dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan sebaik-baiknya. Namun di pihak lain tidak semua keluarga dibina dan dikelola oleh orang-orang yang mengerti dan sungguh-sungguh melaksanakan fungsi keluarga tersebut di atas. Kehidupan keluarga diselenggarakan berdasarkan selera pribadi di dalam ketidaktahuan, ketidakmengertian dan ketidaksungguhan melaksanakan fungsi dan peran berkeluarga. Hidup perkawinan dan berkeluarga tidak terang arah dan tujuannya. Kehidupan perkawinan dan berkeluarga dilaksanakan tak tentu arah, hidup berkeluarga dalam ikatan batin yang longgar dan didasarkan pada kesenangan dan kebahagiaan yang bersifat isidental (Rifai, 2009: 89)".

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat dipahami bahwa minimnya peran pendidikan keluarga terhadap anak-anak, dapat terjadi sebab belum pahamnya orang renta dalam membina keluarga. Oleh sebab itu, biar keluarga dapat menjalankan fungsinya dibutuhkan pertolongan pemahaman kepada calon orang renta biar dapat menyelenggarakan pendidikan keluarga di dalam rumah tangganya. "Dengan adanya gejala melemahnya fungsi keluarga, maka segera perlu dilakukan komunikasi pengertian dan wawasan perihal kehidupan keluarga, yang dapat diharapkan dalam masa isu pembangunan pintar balig cukup akal ini. Kemerdekaan kemajuan dan isu dalam masyarakat tidak perlu menghancurkan lembaga masyarakat yang paling inti, yaitu membawa kita dan para pendidik (orang tua, guru, pemuka masyarakat dan pemimpin negara), pada keadaan lebih memperhatikan fungsi masing-masing dalam liputan tugasnya sendiri-sendiri dalam kehidupan keluarga (Rifai, 2009: 91)".

Untuk mengoptimalkan pendidikan keluarga ini dibutuhkan pemahaman yang sama dalam masyarakat bahwa keluarga merupakan lembaga sosial terkecil yang memiliki peran penting bagi kehidupan anak. Oleh sebab itu, biar pendidikan keluarga dapat berjalan optimal, dibutuhkan peran lembaga sosial dan lembaga keagamaan dalam lingkup lingkungan kawasan tinggal. Hal ini dapat dilakukan dengan pertolongan pembinaan kepada masyarakat biar dapat lebih memahami dan memperhatikan pendidikan keluarga bagi penyiapan generasi muda.

Adanya lembaga agama dan lembaga sosial di lingkungan kawasan tinggal, perlu dioptimalkan peran dan fungsinya. Karena pada dasarnya, lembaga agama dan lembaga sosial bukan hanya berperan dalam melaksanakan fungsi sesuai dengan bidangnya, melainkan kedua lembaga tersebut memiliki peran dalam melaksanakan pendidikan dan pembinaan pada masyarakat. Dalam hal ini pendidikan dan pembinaan pada masyarakat yang dibutuhkan yakni seputar pendidikan keluarga. Dengan melaksanakan pembinaan dan pendidikan keluarga pada masyarakat dalam ruang lingkup kawasan tinggal, keinginan yang akan muncul yakni terciptanya pemahaman yang masif mengenai pendidikan keluarga dari masyarakat.

Sumber Pustaka
Ahmadi, Abu. 2008. Sosiologi Pendidikan
Rifai, Melly S.S. 2009. Pendidikan Keluarga. dalam buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Imtima


0 Komentar untuk "SangGuru Optimalisasi Pendidikan Keluarga"

Back To Top